Rabu, 13 Juli 2011

Pensiun Dini PNS

Rabu, 13 Juli 2011 12:17 wib
 0  50
Ilustrasi.
Ilustrasi.
Bukan sebuah negara dalam transisi demokrasi kalau segala sesuatunya tidak menghebohkan. Salah satu masalah yang cukup menggemparkan kini adalah isu pensiun dini bagi PNS kita.

Perihal PNS Indonesia menurut kacamata tim independen reformasi birokrasi telah menyedot porsi anggaran negara teramat besar. Keadaan ini, menurut tim yang dikepalai Erry Riyana Hardjapamekas tersebut, perlu diantisipasi dengan cara pensiun dini. Kebijakan ini tentu kalau tidak disiapkan dengan baik, tidak sepele permasalahan yang dapat ditimbulkan.

Heuristik
Sebetulnya dengan logika berpikir sebab akibat (heuristic model) kita bisa menganalisis soal ini. Apa yang menyebabkan PNS harus pensiun dini? Apakah sebatas soal anggaran? Untuk itu kita perlu kaji lebih jauh. Negara sebesar Indonesia dan masih dominannya sektor publik dalam rangka perubahan sosial tentu sah-sah saja memiliki PNS yang besar.

Perbandingan PNS dengan jumlah masyarakat kita juga masih tergolong rendah. Di setiap sektor memiliki angka yang berbeda-beda. Elemen perubahan sosial yang efektif pun secara umum masih mengandalkan sektor publik mengingat sektor pertanian, perkebunan, pertambangan yang menjadi ciri manufaktur dari negara kita masih dominan.

Di beberapa daerah yang sudah bercirikan pelayanan dan jasa,di mana keberadaan sektor publik mulai melemah dari sisi pendapatan domestik regional bruto (PDRB) ekonomi daerah tersebut barangkali perlu dipertimbangkan analisis jumlah PNS yang mulai membengkak.

Karena itu, ukuran nasional sangatlah mungkin bernilai bias. Kepada tim independen barangkali patut ditanya apakah yang dimaksud PNS pusat atau daerah? Kalau yang dimaksud adalah daerah kota mungkin bisa dibenarkan. Tetapi untuk PNS pusat amat sulit ditarik dalam suatu angka pasti mengingat amat heterogennya wilayah RI, terlebih PNS daerah pedesaan.

Di daerah-daerah perdesaan keberadaan sektor publik tentu masih dominan dan masih diharapkan. Mengurangi jumlah PNS di daerah perdesaan seperti ini sama saja dengan membunuh perlahan-lahan daerah tersebut.

Dengan melihat hal seperti ini, PNS yang dituding sebagai sebab membengkaknya anggaran amatlah tidak tepat. Justru kita harus mencari solusi dengan kondisi yang tetap atau akan mengalami kenaikan, maka daya-kerja mereka yang harus dilipatgandakan. Persoalannya berarti ada dalam manajemen SDM.

Ini amat bergantung pada leadership semua lini dan sektor manajemen negara RI. Dengan berpikir seperti ini kita membutuhkan peta beban tugas dan peta alokasi SDM di semua lini dan sektor baik pusat maupun daerah. Analisis kualitatifnya juga dibutuhkan mengenai karakter PNS yang ada dan manajemen yang dikembangkan di unit-unit yang ada.

Apakah terjadi penumpukan beban dan kekosongan pegawai? Apakah pas antara beban tugas dan jumlah pegawai? Atau apakah terjadi penumpukan pegawai dan kekosongan beban? Ukuran yang digunakan saya kira job description dan job specification serta jumlah tenaga yang tersedia.

Potret tersebut harus mampu menjadi jalan untuk melakukan relokasi besar-besaran jika tidak berimbang sebelum bicara pensiun dini. Pensiun dini dapat dibenarkan kalau semua lini dan sektor baik pusat maupun daerah terjadi penumpukan pegawai dan beban tugas yang tidak sepadan alias kecil.

Dalam kacamata saya, selama ini manajemen SDM kita lemah dalam mengembangkan job description dan job specification. Pertanyaannya kemudian, bagaimana mungkin tim independen menyimpulkan sejak sekarang ada pensiun dini? Belum lagi kalaulah kebijakan ini betul-betul dilaksanakan, apakah sudah disiapkan perangkat pensiun dini yang menyangkut pihak yang akan pensiun dan kondisi ekonomi makro yang ada.

Yang lebih penting lagi adalah, apakah sudah disiapkan transfer of knowledge dari pihak yang pensiun kepada pihak yang meneruskan? Tampaknya soal anggaran benar-benar menjadi alat legitimasi. Para pengambil kebijakan harus mengembangkan mekanisme pemberdayaan PNS yang efektif dan konkret.

Manajemen itu harus berbasis kinerja nyata dan dikaitkan dengan kondisi ekonomi makro. Harus dapat dipastikan angka yang sekarang berjalan mampu mendorong secara sinergi ekonomi bangsa. Jika tidak tentu beban anggaran lagi-lagi menjadi momok para pengambil kebijakan.

Di samping itu, apakah manajemen SDM kita sejak awal sudah menganut merit system? Tampaknya politisasilah justru yang menjadi pewarna. Barangkali inilah soal yang utama yang harus diluruskan dan bukan pilihan pensiun dini bagi PNS kita.

Politik Anggaran

Anggaran yang menjadi alasan untuk pensiun dini PNS juga harus memiliki arah yang jelas. Apakah bisa dilakukan pemangkasan-pemangkasan jika dengan kondisi PNS tetap? Dalam politik anggaran seharusnya biaya yang tidak terkait dengan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat harus berani dipangkas oleh para pengambil kebijakan negara ini.

Kalau hal ini tidak dilakukan, tetap akan merasa bahwa pensiun dini adalah jalan terbaik. Pertanyaannya sejauh mana keberanian para pengambil kebijakan akan mewarnai isu ini. Kita bisa lihat ternyata di bawahnya masih diwarnai kultur yang mementingkan diri sendiri, kelompok, dan ego sektoralnya masing-masing.

Dengan demikian, kata kunci ada di Presiden untuk mengatasi hal ini. Hati nurani sebagai top administrator negara ini harus diperdengarkan, jangan terlalu lama mendengarkan masukan dari kanan dan kirinya. Presiden harus menggerakkan langkahnya segera.

Pilihan pensiun dini penuh ranjau dan menimbulkan ranjau baru, pilihan kebijakan lain pun demikian, tapi cari yang tidak berefek ranjau kembali, bahkan makin membawa Indonesia makin kuat. Semoga.

IRFAN RIDWAN MAKSUM
Guru Besar Tetap Ilmu Administrasi Negara FISIP Universitas Indonesia 

(Koran SI/Koran SI/ade)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar